Untuk ALUMNI yang Profile suksesnya ingin di publikasikan silahkan Hubungi kami di: abdillah@pertiwi.ac.id atau infostbapertiwi@gmail.com
Selamat Datang Mahasiswa Baru Sekolah Tinggi Bahasa Asing PERTIWI (STBA-PERTIWI) Th.Ak 2014-2015 di kampus CILILITAN, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, KARAWANG dan CILEGON # Info wisuda # Wisuda bersama akan dilaksanakan pada akhir April 2014

Monday, 4 November 2013

Mimbar Jum'at Stba Pertiwi "HAJI adalah Media Untuk Menemukan Hakikat Diri"


Ribuan bahkan jutaan umat Islam dari seantero bumi ini yang mampu secara fisik-material dan mental-spritual memenuhi panggilan Allah SWT yaitu ibadah haji, untuk memenuhi ibadah haji seorang harus sadar dengan apa yang dilakukannya agar mampu menghayati makna yang terkandung didalam ibadah haji tersebut. Sebab di dalam  menenuaikan ibadah haji tidak ada pelayanan yang lebih mewah dan khusus seperti hidup di hotel berbintang yang tinggal menekan bel dan kita akan mendapat fasilitas pelayanan yang kita inginkan serta babu yang siap disuruh kesana kemari untuk melayani apa yang kita butuhkan. Dan tidak ada pula keindahan ornamen bangunan di Ka’bah. Yang ada hanyalah kekayaan perasaan  yaitu sentuhan hati antara sang pencipta dengan seorang hamba yang tidak dapat digambarkan dengan kata-kata kecuali dengan perasaan.—mereka yang memahami ini, hanyalah yang sadar apa yang mereka lakukan.
            Dengan menjalani rukun-rukun haji, para jamaah digiring untuk menghayati dan menyadari akan dirinya. Seperti dalam gerakan thawaf yaitu mengelilingi ka’bah sebanyak tujuh kali dengan berputar-putar. Yakni memberi pesan bahwa manusia harus meninggalkan kelompoknya untuk menghampiri Allah SWT  yang disimbolkan dengan “ka’bah” –berputar-putar untuk sampai ketengah yaitu hajar aswad- setelah sampai keporos berlahan-lahan pula orang tersebut mundur kebelakang dan bergabung lagi dengan golongan/kelompoknya. Begitu pula wukuf di Arafah manusia dari berbagai etnis, suku dan bangsa berkumpul dipadang yang panas dan kering untuk saling mengenal satu sama lain dibawah bendera tauhid yaitu Islam.
            Ibadah haji yang syarat dengan kelelahan yaitu dijemur dibawah terik matahari, tanah yang berdebu dan saling berdesak-desakan dalam menjalankan rukunnya tidak membuat gentar para para jamaah haji untuk menjalankannya. Karena yang ingin dicapai di sini bukanlah kesenangan dan kebahagian sementara, akan tetapi ridho dari Allah SWT dengan merasakan kepuasaan spritual yang tiada tandingannya.
            Maka sangat ironis dalam memenuhi pangillan Allah ini, masih ada sebagian dari umat Islam yang meminta pelayanan lebih dari manusia pada umumnya (manuisa lainnya) karena memiliki jabatan dan keduudukan yang tinggi. Mereka tidak menyadari bahwa kedudukan mereka sekarang sebagai tamu Allah SWT. dan bukan tamu negara, yang dimata Allah SWT dipandang sama tanpa ada perbedaan yaitu sebagai hamba yang hina dan selalu membutuhkan bantuan-Nya.
            Pesan persamaman hak dan derajat di dalam berhaji, pertama kali di berlakukan oleh Allah dimiqat –batas untuk masuk wilayah haji- dengan dua kategori yakni bentuk fisik dan non fisik. Dalam bentuk fisik Allah SWT menyuruh kepada tamunya untuk melepaskan pakaian-pakaian kebangaan di dunia baik berupa jabatan, pangkat, kedudukan maupun status sosial lainnya, dan pakaian kebangaan tersebut harus digantikan dengan dua helai kain putih untuk pria dan kempat helai kain putih untuk wanita. Kain putih ini  melambangkan kesucian dan kesamaan derajat disisi Allah SWT.
            Kemudian dalam bentuk non fisik Allah memerintahkan kepada tamunya untuk memperbaharui niatnya di miqat bahwa ibadah yang mereka lakukan hanya untuk Allah dengan melepaskan ego-ego pribadi yang dilambangkan dalam berbagai bentuk sifat kebinatangan. Seperti singa yang melambangkan kekuasaan dan penindasan atas yang lain, anjing yang melambangkan tipu muslihat dan keculasan serta domba yang melambangkan penghambaan kepada sesama manusia, dan harus ditinggalkan di miqat dan mengantikan dengan status tamu Allah yang tiada perbedaan yang semuanya hanya mengharap ridho dari Allah SWT.
            Setelah melalui miqat tidak ada lagi perbedaan manusia dimata Allah. Tidak ada perbedaan antara majikan dan karyawan, antara kulit hitam dan kulit putih serta perbedaan antara si miskin dan si kaya dan perbedaan lainnya. Sebab perbedaan sering kali membawa pelakunya kepada kesombongan dan keangkuhan seperti prilaku iblis yang selalu merasa dirinya lebih baik dari yang lain, yang pada akhinya membawa kepada kekufuran. (Qs[2]: 34, [7]:12)
            Setelah perbedaan-perbedaan ini di tinggalkan dimiqat, maka baru bisa manusia menghampiri Allah yaitu dengan cara bersama-sama. Sebab bagaimanapun juga manusia tidak akan mungkin dapat menghampiri Allah secara individu (sendiri-sendiri) karena ia makhluk sosial yang membutuhkan bantuan Allah melalui berbagai perantaraan manusia lainnya.
            Tahap selanjutnya setelah melaui miqat tersebut adalah keikhlasan. Tahap keikhlalsan ini mencontohkan prilaku nabi Ibrahim as yang mengorbankan anaknya sendiri sebagai buah hatinya yang diharap-harapkan kehadiranya di dunia dalam hidupnya, tapi setelah Allah mengkaruniai anak kepadanya Allah pun meminta kepada Ibrahim as untuk mengorbankan buah hatinya sebagai bentuk pengorbanan demi untuk mencapai ridho-Nya atau sebagai lambang pengabdian seorang hamba kepada Tuhannya.
            Tanpa berpikir panjang setelah mendapat perintah tersebut melalui mimpinya, nabi Ibrahin pun meminta restu kepada anaknya dan anaknya Ismail pun merestuinya demi untuk menjalankan perintah Allah. Maka dengan keikhlasan untuk menjalankan perintah korban inilah nabi Ibrahim as mendapat predikat dari Allah sebagai khalilullah (kekasih Allah).
            Maka para jammah haji pun sebenarnya dapat meniru tingkah laku nabi Ibrahim as serta mendapat predikat khalilullah asalkan berani mengorbankan apa saja yang menjadi barang kesayangannya dan lebih baik (Qs. [3]: 92), demi untuk mendapatkan ridho Allah SWT. sekalipun itu adalah jiwanya.
            Selain pengorbankan dengan dasar keikhlasan hanya untuk Allah. Nabi Ibrahim pun membawa pesan revolusi tauhid  yaitu menolak berbagai bentuk kemusyirikan, walaupun kemusyirikan itu diajarkan atau diserukan oleh orang yang kita cintai dan teladani yaitu orang tua sendiri. Tanpa kompromi nabi Ibrahim as menolak mentah-mentah kemusyirikan yang diajarkan oleh orang tuanya dengan memperhatikan adab dan etika kesopanan terhadap orang yang lebih tua darinya.
            Yang pasti nabi Ibarahim secara implisit mengajarkan kepada umat manusia betapa perlunya mencari Tuhan dengan keyakinannya, tanpa mau menerima secara membabi buta apa yang diajarkan oleh para leluhurnya (Qs. [7]:28 ) sebab penerimaan akan ajaran leluhur tanpa mau mempertanyakan akan kebenarannya itu hanyalah taklid buta yang tidak dapat dipertanggung jawabkan.
            Sedangkan Allah mengecam mereka yang melakukan taklid buta seperti keledai yang membawa barang dagangan, tapi ia tidak mengetahui apa barang yang dibawanya. Mereka tidak menjadi dirinya sendiri tapi menjadi diri orang lain –yakni diri leluhurnya- maka mereka tidak pernah menemukan kebenaran hakiki yaitu Allah SWT. “barang siapa yang mengenal dirinya, maka ia mengenal Tuhannya”.
            Maka misi utama ibadah haji adalah menemukan kembali identitas menusia melalui berbagai rukun-rukunnya seperti persamaan hak dan kewajiban yang bermula di miqat, perkenalan di Arafah, penolakan terhadap kemusyirikan pada saat jumrah serta menghampiri Allah dengan dilambangkan pada gerakan thowaf.
            Ini semua mengenang kembali kejadian-kejadian yang dilakukan orang-orang mulia seperti nabi  Adam as, Ibrahim as, Ismail as, Siti Hawa dan Siti Hajar yang menyadari betul akan kedudukannya sabagai hamba Allah SWT. Dengan melalui perngorbanannya mereka mengenal dirinya, dan secara otomatis mereka pun mengenal tuhannya yaitu Allah SWT. wallahu a’lam bissowab


Vakhruddin Jayadi, MA  Dosen STBA PERTIWI

0 komentar: