“Wah, jangan tunjuk saya dong. Saya bukan pembicara publik…” atau “Tuhkan, keren banget cara penyampaian ide dan pemikirannya, pasti dia sering jadi MC (baca: Master Cuap-cuap) atau public speaker…” – sejak menggeluti bidang cuap-cuap profesional, sudah hamper tidak terhitung saya mendengar model-model celetukan ini. Saya yakin anda pernah jadi penonton dalam sebuah pelatihan, konferensi, seminar, talkshow atau apapun namanya. Pasti anda punya cerita tersendiri namun jika dibuat rata-rata sebagian besar saat-saat itu berlalu tanpa kesan, mungkin karena pesannya disampaikan tanpa rasa. Benarkah demikian? Memang ada beberapa pembicara yang asyik banget sehingga anda betah menyimak secara terus menerus. Pasti ada juga yang controversial sedemikian rupa sehingga anda berusaha keras menahan diri untuk tidak berteriak protes atau bahkan melemparkan telepon genggam anda. Namun saya duga yang paling dominan adalah para pembicara yang sekedar bicara, menyampaikan pesan melalui slide demi slide sekedar untuk menuntaskan kewajiban sebagai pembicara. Saya tahu persis karena saya pernah jadi salah satu pembicara model begini. Bicara sekedar bicara, menyampaikan pesan tanpa makna..dan ya itu tadi, tanpa rasa. Not anymore ïŠ
Berbicara dihadapan banyak orang memang seperti proses teleportasi ke planet lain. Ungkapan ini seringkali disampaikan oleh sahabat saya @didimudita untuk menggambarkan intensitas dan kompleksitas bicara didepan publik. Panggung dan podium yang hanya berjarak beberapa meter dari penonton seolah berada didunia lain. Kuasai panggung dengan penguasaan diri, dan anda akan menguasai massa. Coba bayangkan pembicara favorit anda. Apa yang anda rasakan? Bisa jadi waktu terasa berlalu sangat cepat dan muncul beberapa momen dimana anda menahan nafas, anda tertawa, terhenyak dan merasakan beragam jenis emosi lainnya mengikuti naik-turunnya uraian sang empu cerita. Saya seringkali mengalaminya setiap kali menyimak video-video 20 menitan dari TED atau TEDx dari berbagai dunia. Rasa-rasanya pepatah “bicara itu perak, diam itu emas” harus dilengkapi dengan “… dan bicara didepan public adalah platinum.” You create your own stage – and your stage is everywhere. Apakah memang panggung dan podium hanya diperuntukkan bagi kaum banci tampil?Atau apakah siapapun, tanpa kecuali, bisa dimampukan jadi pembicara publik yang keren?Lebih penting lagi, apakah mengasah kebisaan berbicara didepan public adalah soal teknik, latihan dan kebiasaan – atau lebih mendalam dari itu? Showtime goes beyond talking. Bersamasahabat-sahabat @ImpactFactoryID, kami bereksperimen untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tadi. Kami percaya siapapun bisa dimampukan berbicara didepan public dengan keren. Kami yakin kita tidak harus menunggu hingga punya jabatan tertentu, pencapaian tertentu atau status social tertentu untuk bisa bicara – dan didengar, dimengerti dan dimaknai. Eksperimen ini kami sebut sebagai inisiatif#Showtime. Youown your story and each story can empower others. Dalam 2 bulan terkahir, melalui 5 pertemuan yang diakomodasi oleh @atAmerica, kami mengundang siapapun yang berminat untuk menguji kemampuan bicara didepan banyak orang. Melalui serangkaian proseseliminasi, pelatihan dan pengujian, akhirnya terpilih 3 pemenang dari 7 finalis yang tergolong “orang biasa” atau tidak berprofesi sebagai pembicara publik. Hasilnya? Wow – silahkan lihat sendiri di website www.impact-factory.com. Dalam waktu relative singkat 7 finalis ini membuktikan bahwa SETIAP CERITA bisa jadi peluang memberdayakan diri sekaligus menginspirasi orang lain. SETIAP ORANG punya kapasitas untuk bercerita lebih dari sekedar berkata-kata. Dan SETIAP SAAT adalah “panggung” dan “podium” untuk berkisah, berbagi dan bersinar. Make it happen for your life because no body else will. My life, my showtime. Your life, your showtime. René SuhardonoMonday, 17 February 2014
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment